Terima kasih kepada pengunjung blog ini. Anda bebas mengcopy dan membagikan artikel di dalam blog ini. Tapi hanya ada satu pesan penulis untuk anda, Jangan lupa mencantumkan link artikel yang anda copy atau bagikan, karena itu merupakan apresiasi kepada penulis blog ini. Terima kasih.

“Indonesia dan Orang-orang Indonesia” Semantik dalam Politik

Pada awal abad ke-20 banyak penelitian yang dilakukan di Indonesia. Dalam penelitian-penelitian tersebut banyak perbedaan pendapat mengenai arti kata istilah “Indonesia dan Orang-orang Indonesia”. Diantaranya terdapat pendapat Ir. Sukarno, pernah menerangkan kepada Cindy Adams dalam Autobiography-nya, “kata “Indonesia” berasal dari seorang ethnolog Jerman, bernama Jordan, seorang sarjana di Negeri Belanda. Studi khususnya adalah mengenai rangkaian pulau-pulau kami. Karena kepulauan kami letaknya dekat dengan India, maka ini dinamakan “Kepulauan Hindia,” Nesos dalam bahasa Yunani berarti, kepulauan, menjadi Indusnesos dan akhirnya Indonesia.”
Pandangan yang masih bersifat umum, bahkan diantara beberapa sarjana khusus ialah bahwa kata “Indonesia” berasal dari judul sebuah karya yang diterbitkan dalam tahun 1884 – Indonesien oder die Inseln des Malayischen Archipel (Indonesien atau pulau-pulau dari Kepulauan Malaya), oleh Adolf Bastian, seorang sarjana anthropologi. Akan tetapi, Mohammad hatta dalam bulan Desember 1928, mentah-mentah menolak anggapan ini dalam tulisannya yang dibuat di Negeri Belanda untuk sebuah berkala, De Socialist, dengan memperkenalkan suatu pernyataan dari seorang bernama Kreemer yang dibuatnya pada tahun sebelumnya:
Dengan penemuan Kreemer itu, maka orang-orang sekarang sadar bahwa nama-nama “Indonesia” dan “orang orang Indonesia” lebih tua daripada yang disangka semula. Dalam Koloniaal Weekblad tanggal 3 Pebruari 1927 dia membuktikan bahwa kata-kata ini pertama kali dipakai oleh seorang sarjana ethnologi bernama J.R. Logan dalam tulisannya, “The Ethnology of the Indian Archipelago”, dalam Journal of the Indian Archipelago and Eastern Asia dalam tahun 1850. 
Dalam tahun 1941 H.T. Fischer mengulangi alasan yang hampir sama dan sesuai dengan pendapat Hatta, akan tetapi tanpa menyebut nama yang belakangan ini.
Tidak menjadi soal bilamana dan oleh siapa kata-kata ini mungkin telah digunakan untuk pertama kali; kata-kata ini tidak pernah tersebar luas sampai tahun 1884, bahkan dikalangan sarjana-sarjana pun tidak. Lagi pula, demikian menurut fischer, implikasi kata-kata ini tetap menimbulkan pertentangan-pertentangan yang besar selama bagian akhir abad itu.
Banyak usaha yang dilakukan orang-orang Indonesia selama dan sesudah perjuangan kemerdekaan untuk menghidupkan kembali kejayaan masa lalu dari negeri-negeri asal mereka telah menyangkut usaha-usaha untuk mencari peristiwa-peristiwa sebelumnya yang bersejarah mengenai persatuan nasional dalam kerajaan-kerajaan masa silam. Meskipun demikian, bagaimanapun luasnya wilayah-wilayah yang mungkin telah ada dari dinasti-dinasti seperti Sriwijaya atau Majapahit, nama-namanya, sebaik-baiknya adalah terikat tidak terpisahkan dari sejarah dan tidak bisa dipergunakan untuk menunjukkan derah-daerah geografi itu sendiri.
Rupanya nama keseluruhannya untuk kepulauan itu berasal dari kedatangan orang-orang Eropa. Dalam tahun-tahun pertama mereka berdagang, orang-orang Belanda menyebut daerah ini Indie saja atau “India” yang biasanya kita terjemahkan ke dalam bahasa Inggris “Indies”. Walaupun kata “Nederlandsch-Indie” itu sendiri telah dipakai selama abad kesembilan belas, barulah dalam tahun 1910 atau sepuluh tahun berikutnya istilah itu meliputi seluruh wilayah Republik Indonesia sekarang ini.
Kata-kata untuk orang-orang Indonesia bahkan lebih rumit lagi. Dokumen-dokumen sejarah dari Kompani Hindia ini menurut nama daerah asalnya. Usaha mencari-cari kata yang meliputi seluruh negeri dan bangsa Indonesia hampir sama tuanya dengan lahirnya nasionalisme Indonesia.
Sebelum “Indonesia” ada sedikit-dikitnya dua kata yang mungkin lebih dapat disetujui orang nasionalis Indonesia. Yang satu adalah “Insulinde” dan yang lain “Nusantara”.
Pemakaian kata “Indonesia dan Orang-orang Indonesia” diakuio oleh sejarawan Indonesia Modern dimulai di Nederland dari pada di Indonesia sendiri.  Petrus Blumberger, misalnya, menyebut tahun 1917 dalam karyanya tentang gerakan nasionalis indonesia. Selain itu, Ruth R. McVey menarik kesimpulan bahwa pemakaiannya dimulai sekitar tahun 1921.
Lepas dari Sukarno, yang mengemukakan pula bahwa pemakaian kata itu telah dimulai sekitar tahun 1922-1923, bukti terbaik yang tersedia dari seseorang yang ada pada saat itu, ialah tulisan-tulisan Hatta di tahun 1928-1929. 
Organisasi Perhimpunan Indonesia mula pertama didirikan dengan nama Indische Vereeniging atau Perhimpunan Indisch di Nederland dalam tahun 1908. Tujuannya ialah memperbaiki kepentingan bersama orang-orang Indier yang tinggal di Nederland dan untuk memelihara hubungan dengan Hindia Belanda.
Selama beberapa tahun pertama setelah peresmiannya, organisasi ini jauh dari aktif; dan baru dalam bulan Maret 1916, perhimpunan ini mulai menerbitkan organnya, Hindia Poetra. Setelah penerbitannya yang kesembilan, Hindia Poetra untuk sementara dalam musim semi tahun 1917, tidak diteruskan lagi disebabkan kesulitan-kesulitan keuangan.
Sementara itu berbagai organisasi lain yang ada hubungannya dengan Indonesia berturut-turut muncul di Nederland. Dr.Yap, Dr. Laboor, Soewardi Surjaningrat dan Ratu Langie mengambil inisiatif untuk mendirikan federasi yang dinamakan De Vrije Gedachte (Pikiran Bebas). Bulan November federasi ini berkembang lebih lanjut dan bernama baru Indonesisch Verbond van Studeerenden.

Tujuan-tujuan dari Verbond tersebut diperincikan sbb:
1.Perbaikan dalam perkenalan, hubungan dan kerjasama anggota-anggota selama masa studi di Nederland, dan setelah itu.
2.Rangsangan bagi anggota terhadap studi-studi Indonesia.
3.Memupuk minat angkatan muda Belanda terhadap tugas yang tidak mementingkan diri sendiri dari Nederland di Indonesia.


Indische Vereeniging bersama-sama dengan cabangnya Corps Mahasiswa Leiden merupakan organisasi tunggal yang terbesar di dalam Verbond dalam arti jumlah anggota. Ini adalah satu-satunya organisasi yang anggota-anggotanya adalah terutama orang-orang Indonesia. Tidaklah berlebihan jika dikemukakan bahwa organisasi yang paling berpengaruh di dalam Verbond adalah Indologenvereeniging (Himpunan Indoloog-indoloog) yang terutama terdiri atas mahasiswa-mahasiswa Universitas Leiden.
Salah seorang guru besar di Leiden, Cornelis van Vollenhoven yang membuat sebuah karya yang cemerlang mengenai hukum adat Indonesia. Menurut Hatta, van Vollenhoven amat sadar akan pemakaian kata-kata “Indonesia” dan “orang-orang Indonesia” dan menolak kecenderungan untuk menggunakan kata-kata ini dalam arti politik sebagai pengganti kata “Hindia Belanda”.
Dilemma yang diderita anggota-anggota Belanda yang bermaksud baik dalam Verbond tercermin dalam tulisan berjudul “Nama Indonesia” dalam berkala Hindia Poetra tahun 1922. Penulis karangan itu memberitahukan tentang usul yang tidak berhasil dari wakil-wakil kiri di Dewan Perwakilan Rakyat di Nederland untuk memasukkan “Indonesia” ke dalam teks Undang-Undang Dasar Belanda.
Perselisihan ethnic antara kelompok-kelompok bawahan dari Verbond akhirnya mengakibatkan pembubaran organisasi tersebut sekitar bulan Juni 1922, walaupun resminya dikatakan pembubaran ini disebabkan kesulitan-kesulitan keuangan.
Perang Dunia I terjadi perubahan-perubahan sosial yang drastis yang akan mempengaruhi nada dasar politik-politik internasional di puluhan tahun yang akan datang. Segala perubahan ini sangat mempengaruhi gerakan-gerakan nasionalis Indonesia baik di tanah air maupun di Nederland.
Himpunan Indische Vereeniging praktis tidak kehilangan apa-apa dengan pembubaran Verbond. Pertama-pertama sekali, organisasi ini memulai kembali dengan organnya dengan nama yang telah dukenal Hindia Poetra, akan tetapi dengan sikap yang pasti lebih revolusioner. Dalam tahun-tahun 1922-1923 organisasi tersebut diperkuat kembali dengan suatu badan pengurus baru; dan nama himpunan sendiri diganti dari Indische Vereeniging menjadi*Indonesische Vereeniging dalam tahun 1922. Mulai tahun 1924 dan selanjutnya berkalanya diganti namanya menjadi Indonesia Merdeka, yang lebih sesuai dengan politik radikalnya. Nama organisasi tersebut berubah lagi dalam tahun 1925 menjdi Perhimpunan Indonesia yang merupakan bahasa Indonesianya dari Indonesische Vereeniging.
Mahasiswa-mahasiswa Indologi menganggap “Indonesia” itu sebagai suatu wadah yang mungkin bisa memuat semua anggota dengan tidak memandang perbedaan-perbedaan ethnic. Tahun 1925, Perhimpunan Indonesia bukanlah lagi satu-satunya organisasi yang bernama “Indonesia”. Mula-mula suatu organisasi sosialis radikal bernama ISDV mengganti namanya menjadi Perserikatan Komunis (di) India dalam bulan Mei 1920, dan tidak lama kemudian menjadi Partij Komunis Indonesia.
Sementara itu Sukarno mengambil inisiatif dalam bulan Juni 1927 dengan mendirikan Partai Nasionalis Indonesia, yang memainkan peran yang vital dalam mempersatukan perasaan nasionalisme bangsa Indonesia sebagai keseluruhan, tanpa memandang perbedaan kebudayaan, suku atau agama. Kesadaran “Indonesia” ini mencapai puncaknya pada “Sumpah Pemuda” yang cemerlang pada waktu Kongres Pemuda Indonesia Kedua, pada tanggal 26-28 Oktober 1928.
J.J. Schrieke, Direktur Departemen Yustisi pemerintah kolonial, menerbitkan De Indische Politiek dalam tahun 1929. Dalam tulisannya ini dia mengemukakan kecenderungan bangkitnya nasionalisme di antara orang-orang Indonesia, dan membuat suatu pernyataan yang kesimpulannya ialah bahwa tidaj ada alasan untuk memaksakan nama “Hindia Belanda” yang sudah lama ketinggalan zaman itu kepada orang-orang Indonesia. Di kemudian hari Sukarno mengingat kembali bahwa pejabat-pejabat Belanda yang konservatif itu acapkali melarang pidato-pidato dan rapat-rapat dari orang-orang nasionalis Indonesia hanya karena pemakaian kata-kata “Indonesia” dan “orang-orang Indonesia”.
Walaupun ada tekanan yang semakin kuat yang dilakukan pemerintah kolonial terhadap kelompok-kelompok nasionalis, konsep “Indonesia” sebagai lambang persatuan nasional tetap mantap pertumbuhannya selama tahun-tahun 1930-an.
Dalam bulan Januari 1941 Gabungan Politik Indonesia yang telah dibentuk sebagai suatu persatuan dari partai-partai nasionalis Indonesia, menyerahkan suatu petisi agar kata “Indonesia” dipakai dengan resmi pengganti “Hindia Belanda”. 
Menyusuri proses lama dari perkembangan-perkembangan kata-kata ini, selayaknyalah bisa ditarik kesimpulan bahwa adalah wajar bagi Republik Indonesia untuk menggunakan nama “Indonesia” pada peristiwa pernyataan kemerdekaan tanggal 17 Agustus 1945.

0 comments:

Posting Komentar

Ebook
GRATIS UNTUK ANDA
Silahkan masukkan data diri anda pada form
di bawah ini
Name:
Email:
"Cek Email anda, jika email konfirmasi tidak masuk ke inbox anda
silahkan cek di folder junk atau spam"
website
indonesiadalamsejarah.blogspot.com