Terima kasih kepada pengunjung blog ini. Anda bebas mengcopy dan membagikan artikel di dalam blog ini. Tapi hanya ada satu pesan penulis untuk anda, Jangan lupa mencantumkan link artikel yang anda copy atau bagikan, karena itu merupakan apresiasi kepada penulis blog ini. Terima kasih.

Hatta

Latar Belakang Sosial Budaya
Hatta, seorang pemuda yang asli Bukitinggi dari tanah Sumatera yang berasal dari keluarga yang religius atau tradisi agamanya yang kuat, hal tersebut dapat dilihat dari anggota keluarga dari Hatta yang mendapat gelar Syaikh (orang yang ahli dalam bidang agama Islam). Meskipun demikian, anggota keluarga Hatta tidak saja mendalami agama, ada juga yang melakukan kegiatan perdagangan.
Falsafah Minagkabau memandang konflik sebagai esensiil untuk mencapai dan mempertahankan perpaduan atau integrasi masyarakat. Alam Minagkabau selalu mampu menemukan keserasian dalam suasana kontradiksi. Kemampuan adat untuk mampu bertahan melawan perubahan zaman terletak pada keluwesannya mengembangkan diri dalam menerima proses pembaharuan. Dari segi bentuk adat dipertahankan agar tidak berubah, tetapi unsur-unsur dari luar yang dianggap baik diterima dan dimasukkan kedalamnya. Dalam hal ini kaitannya antara adat dengan agama (Islam).
Alfian (dalam Taufik Abdullah, 1978 : 138) dalam bukunya Manusia Dalam Kemelut Sejarah mengungkapkan, yang menarik dalam adat Minangkabau bahwa masyaraktnya berhasil mengidealisasikan adat dan falsafah hidup mereka melalui perspektif dinamisme dan anti-parokhalisme itu, sehingga bukan saja tampak relevan tetapi juga mendorong proses kemajuan dan moderenisasi. Tidaklah mengherankan kalau kaum terpelajar Minangkabau yang berpendidikan barat, pada pertukaran abad ini terundang untuk menerima dan memegang visi itu, terutama mereka melihat alam Minangkabau membuka diri terhadap perubahan-perubahan sesuai dengan tuntutan perekembangan zaman dan secara bersamaan mampu pula mempertahankan karakter dan jati diri yang asli. Mereka menganggap unsur-unsur yang masuk kedalam masyaraktnya bukan untuk memperlemah atau merusaknya, melainkan akan memperkaya dan memperkuatnya.
Dalam adat istiadat orang Minagkabau mempunyai dinamika sendiri untuk mengambil pengaruh mana yang baik dari luar dan menyisihkan yang buruk dari dalam. Dinamika itulah yang menjadi letak kekuatan sehingga membuat dirinya menjadi relevan dari zaman ke zaman. Proses pemasukan unsur baru terutama dari konsep “rantau”. Pergi merantau menurut visi falsafah Minangkabau adalah membuka mata warganya untuk mengenal dunia yang luas dimana mereka akan menemukan hal-hal yang baru dimana nantinya akan mereka bawa pulang. Betapapun jauhnya perantau pergi, pada suatu waktu akan kembali ke alamnya dengan membawa segala apapun yang mereka peroleh salama dalam perantauan. Sekembalinya dari perantauan, diharapkan mampu memainkan peran sebagai penerang atau guru sehingga masyarakatnya ikut menerima hal-hal yang baru dan baik dari dunia luar. Disini jelas, bahwa pengertian rantau bukan saja dalam hal harta benda melainkan juga ilmu pengetahuan (Alfian dalam Taufik Abdullah, 1978 : 140).
Pengalaman rantau Hatta pertama kali ketika memasuki masa sekolah pertama di Padang, kemudian dilanjutkan ke Bukittinggi. Pengalaman rantau Hatta tidak hanya diwilayah Sumatera saja, Hatta merantau ke Jakarta untuk sekolah menengah atas, bahkan Hatta merantau keluar negeri untuk meneruskan studinya ke perguruan tinggi di Rotterdam, Belanda. Semua itu, memberikan Hatta banyak sekali pengalaman-pengalaman dalam berbagai bidang.

Pendidikan Hatta dimulai ketika dia bersekolah di Europese Lagere School (sekolah dasar Eropa) di Padang pada tahun 1913, kemudian beliau melanjutkan sekolah di Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO) setara dengan sekolah tingkat pertama pada tahun 1917. Semenjak kecil Hatta sudah menunjukkan rasa disiplin yang tinggi. Deliar Noer (1990 : 19) dalam bukunya Mohammad Hatta : Biografi politk menjelaskan, dari masa sekolah ini, Hatta telah menunjukkan disiplin yang tinggi terhadap dirinya, baik dalam pembagian waktu, maupun dalam membelanjakan uang. Ia membiasakan diri hidup sehari-hari secara teratur dan melaksanakan sesuatu denga tertib. Disamping bersekolah, Hatta tidak lupa juga memperdalam ilmu agamanya, setiap sore Hatta tidak lupa mengaji.
Ketika sekolah di MULO, Hatta sudah mulai memasuki dunia politik melalui organisasi, yaitu JSB (Jong Sumatarnen Bond) sebuah perkumpulan atau organisasi pemuda Sumatera. Dalam JSB, awalnya Hatta diberi kepercayaan menjadi bendahara, setahun kemudian Hatta dipercaya menjadi sekretaris merangkap bendahara cabang Padang. Ini berarti, Hatta telah bisa menempatkan dirinya diantara kawan-kawannya sebagai seorang yang bisa dipercaya. Hatta juga sering mengikuti ceramah-ceramah atau pertemuan-pertemuan politik yang diadakan oleh tokoh lokal maupun dari luar Sumatera, Contohnya Abdoel Moeis dari Sarekat Islam yang sering datang ke Minagkabau untuk keperluan partai.
Selain itu, Hatta juga mendapatkan pelajaran politik dari aktivis Serikat Usaha. Hatta sering bertanya dan berkomunikasi dengan sekretaris badan tersebut yaitu Taher Marah Sutan. Darinya Hatta mendapat pengaruh tentang cara kerja yang disiplin. Hatta juga mendapat kesempatan untuk membaca surat kabar, selain dari lokal juga dari Jakarta. Hatta mulai mengenal tulisan-tulisan dari Tjokroaminoto, H. Agus Salim dan perdebatan di Volksraad (Dewan Rakyat). Pengalaman-pengalaman yang di dapat Hatta selama berada di Sarikat Usaha membuat pribadi Hatta mengenal seluk beluk permasalahan masyarakat jajahan, suatu beban yang menyebabkan Hatta tumbuh lebih cepat dewasa (Deliar Noer, 1990 : 24-25).
Masa studinya di Jakarta, dimulai ketika Hatta masuk Prins Hendrik Handels (PHS) tahun 1919-1921. Selain studi, Hatta juga masuk JSB tingkat pusat di Jakarta. Pada tahun 1919, Hatta terpilih menjadi pengurus dan menjadi bendahara selama 1 tahun. Selama menjadi pengurus JSB, Hatta mulai mengenal tokoh-tokoh pergerakan seperti H. Agus Salaim dan Abdoel Moeis dari SI. Selama mengenal H. Agus Salim, Hatta mendapatkan pengetahuan mengenai Islam dan politik. Hatta tampaknya terpengaruh oleh pemikiran Agus Salim, khususnya pembentukan pemikiran Hatta mengenai Sosialisme.

Orientasi Politik
Awal mula Hatta memasuki dunia politik ketika ia aktif dalam dalam organisasi JSB (Jong Sumatranen Bond). Mula-mula Hatta menjadi bendahara dalam organisasi tersebut, setahun kemudian Hatta diangkat menjadi sekretaris merangkap bendahara cabang di Padang. Hatta kemudian melanjutkan sekolahnya ke Jakarta di Prins Hendrik Hendels tahun 1919-1921. Selama di Jakarta Hatta mengembangkan kegiatan politiknya pada organisasi JSB tingkat pusat. Tahun 1919 Hatta terpilih menjadi Bendahara di organisasi JSB tersebut.
Setelah tamat dari PHS, Hatta memutuskan untuk melanjutkan pendidikannya di Belanda. Hatta melanjutkan studinya ke Belanda pada tahun 1921. kondisi dan keadaa di Belanda diluar dugaan. Bung Hatta merasakan perbedaan-perbedaan yang sangat mencolok ketika dia hidup di Minangkabau dan Jakarta dibandingkan dengan di Belanda. Di Indonesia, Hatta merasakan diskriminasi terhadap rakyat oleh penjajah. Beban hidup yang di berikan oleh Belanda seperti kerja rodi, tanam paksa dan pajak yang tinggi. Sebaliknya di Belanda, persamaan hak rakyat diakui dan ditegakkan, tidak ada diskriminasi yang diterima orang-orang Indonesia di Belanda.
Hatta segera memasuki organisasi politik Indische Vereeniging (Perhimpunan Hindia) yang ada di Belanda. Tahun 1925, organisasi tersebut berganti nama menjadi Indonische Vereniging (Perhimpunan Indonesia). Awalnya organisasi ini bergerak dalam bidang sosial, dan digunakan sebagai forum tempat bertemunya mahasiswa Indonesia yang belajar ke Belanda. Setelah kedatangan tokoh pergerakan dari Indonesia seperti Soewardi Surjaningrat (Ki Hajar Dewantoro), Douwes Dekker dan Tjipto Mangunkusumo organisisi PI tersebut memasuki bidang politik.
Kepopuleran Hatta ketika menjabat sebagai pengurus inti dalam organisasi JSB, membuat Hatta mudah memasuki organisasi PI ini. Pandangan dan pemikiran Hatta lebih banyak dikemukakannya dalam bentuk tulisan dan pidato, terutama ketika dia menjabat sebagai ketua PI. Tulisan-tulisan dan pidato Hatta di Eropa sebenarnya ingin memperkenalkan Indonesia (bukan Hindia-Belanda) tentang cita-cita kebangsaan, penderitaan orang banyak, penjajahan Belanda di Indonesia, pergerakan kebangsaan dan cita-cita kemerdekaan (Deliar Noer, 1990 : 54).
Kegiatan Hatta di Belanda diluar studinya memang berkaitan sekali dengan perkembangan di tanah air. Pidato serta tulisan Hatta dengan sendirinya mempunyai dampak di tanah air. Perjuangan PI dan Hatta juga tersebar di Indonesia meskipun Belanda berusaha keras menghalanginya. Pemikiran dan perjuanagan PI dipergunakan oleh Partai Nasional Indonesia (PNI) dan Soekarno. Selanjutnya PI menjadi barisan terdepan dalam pergerakan kemerdekaan Indonesia di negara Belanda, PI mendapatkan kepercayaan untuk menyuarakan kepentingan perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia. PI mendapat fungsi dan peran yang begitu penting ketika Hatta diangkat menjadi ketua perhimpunan.
Hatta lebih memilih jalan non-kooperasi untuk menghadapi kolonial Belanda dan untuk mencapai kemerdekaan. Beliau melihat, adanya kepentingan antara penjajah dengan yang dijajah tidak dapat dikompromikan. Bagi Hatta, non-kooperasi artinya tidak duduk dalam dewan-dewan “perwakilan” yang didirikan pihak Belanda, baik dari pusat sampai daerah. Perbedaan persepsi timbul antara Soekarno dan Hatta mengenai sikap non-kooperasi. Menurut Hatta sikap non-kooperasi dari Soekarno telah menjadi “dogma” atau suatu kepercayaan batin, sedangkan menurut Hatta sendiri dan kawan-kawan, sikap non-kooperasi adalah satu senjata perjuangan yang rasional dan didapat dari logika yang sehat.
Selain dalam bidang politik, pemikiran Hatta juga tertuju pada bidang ekonomi. Dalam bidang ekonomi, Hatta menganjurkan koperasi sebagai dasar perekonomian Indonesia. Minatnya terhadap koperasi bertambah ketika ia di Eropa meliahat sendiri perkembangan koperasi di sana yang mampu menggalang kekuatan golongan lemah untuk bersaing dengan perusahaan besar yang kapitalis (Deliar Noer, 1990 : 58-59).
Pada saat ia menerima jabatan sebagai ketua PI, Hatta berpidato mengenai pentingnya membangun ekonomi melalui koperasi.
“Perkumpulan-perkumpulan koperasi terutama mempunyai arti penting untuk membangun kembali ekonomi nasional. Di bawah penguasaan yang kuat dari modal asing, seperti yang saat ini berlaku di Indonesia, yang hanya menghasilkan kemelaratan dan kemiskinan, hanyalah suatu kehidupan ekonomi yang disusun secara koperatif yang dapat dengan sukses melawannya. Kehidupan koperatif ini pada saat sekarang merupakan satu-satunya bentuk organisasi ekonomi yang akan berhasil meletakkan dasar-dasar kuat untuk membangun kembali ekonomi kita. Contoh nyata diberikan oleh Denemarken yang tepat disebut sebagai The Cooperative Commonwealth (Persemakmuran Bersama Koperasi). Dengan koperasi orang-orang Denemarken telah meningkatkan diridari keadaan melarat menjadi salah satu bangsa yang makmur di dunia”

Menurut Hatta, dalam mencapai kemerdekaan nasional, perjuangan ekonomi tidak boleh kita pisahkan dari perjuangan politik. Keduanya, merupakan faktor-faktor yang tidak boleh kita tinggalkan dan harus ada untuk mencapai cita-cita kemerdekaan kita.

0 comments:

Posting Komentar

Ebook
GRATIS UNTUK ANDA
Silahkan masukkan data diri anda pada form
di bawah ini
Name:
Email:
"Cek Email anda, jika email konfirmasi tidak masuk ke inbox anda
silahkan cek di folder junk atau spam"
website
indonesiadalamsejarah.blogspot.com