Terima kasih kepada pengunjung blog ini. Anda bebas mengcopy dan membagikan artikel di dalam blog ini. Tapi hanya ada satu pesan penulis untuk anda, Jangan lupa mencantumkan link artikel yang anda copy atau bagikan, karena itu merupakan apresiasi kepada penulis blog ini. Terima kasih.

Peradaban Mesir Kuno

1. Kehidupan Masyarakat Mesir
Di dalam suatu negara atau pemerintahan selalu dan pasti ada pelapisan atau stratifikasi masyarakat. Hal ini adalah untuk membedakan kelas-kelas sosial yang pada umumnya ada kesenjangan antara golongan atas dan golongan bawah. Demikian juga di Mesir, juga terdapat stratifikasi masyarakat.
  • Bangsawan ( Fir’aun dan keluarganya, pejabat )
  • Pedagang, usahawan dan kaum Borjuis
  • Petani, pekerja kasar, orang Cina, orang asing

Fir’aun merupakan penguasa bagi bangsa Mesir dan merupakan pengejawantahan dari dewa dan ia juga merupakan jiwa negara. Ia bertanggung jawab atas pasang surutnya subgai Nil, hasil bumi, kemajuan perdagangan, nasib tentara dan terpeliharanya perdamaian. Dia juga pemilik tanah dan yang mengeluarkan undang-undang. Sehingga seluruh keadilan dan kepemimpinan berada di tangannya.

Dalam menjalankan pemerintahannya, Fir’aun oleh para wakil-wakilnya.



Pemerintahan Sipre
Dipimpin oleh seorang Wazir atau perdana mentri. Ia merupakan pejabat utama negara dan satu-satunya orang selain raja yang dapat bertindak dalam urusan sipil. Ia juga mntri peperangan dan kepala polisi kerajaan. Ia juga sebagai juru bicara Fir’aun dan dianggap sebagai wakil kekuasaan surgawi.

Utusan Kuil
Dipimpin dan dikuasai oleh imam agung. Ia sangat berpengaruh karena dianggap sebagai juru bicara dewa. Imam yang paling utama adalah imam yang memuja Dewa Re, dewa Ptah di Memphis. Namun yang paling berkuasa adalah Imam dewa Ammon di Thebes. Hal ini dikarenakana dewa Ammon telah mengusir orang Hiksos dan membuka peluang Mesir untuk memasuki masa kejayaan baru.

Tentara Nasional
Golongan ini muncul pada wangsa ke-18 dan berkembang kuat sehingga Mesir bisa menjadi sebuah imperium. Pada awalnya golongan ini dipimpin oleh Fir’aun sendiri kemudian putra mahkota dan akhirnya dipimpin oleh perwira biasa. Mereka dilatih dan dididik untuk bertempur di segala medan.

selain Fir’aun dan wakil-wakilnya di Mesir ada golongan yang peranannya tidak kalah penting yaitu Juru Tulis yang mana juru tulis ini adalah orang yang menyampaikan perintah dari para penguasa ( raja ) kepada rakyat dan ia juga banyak mencatat urusan negara. Urusan yang paling penting adalah mencatat hasil pajak. Pada dasarnya kedudukan juru tulis ini terbuka untuk berbagai kalangan, namun pada kenyataanya tertutup bagi kaum petani, karena mereka dirasakan kurang berpendidikan sehingga kurang mampu untuk melakukan pencatatan dan urang cermat.
Untuk menjadi seorang juru tulis, mereka diharuskan besekolah di sekolah istana atau sekolah yang didirikan oleh para juru tulis sekuler. Orang yang ingin menjadi juru tulis haruslah orang yang tekun dan cermat untuk bisa bertahan dalam latihannya karena kurikulumnya sangat membosankan dan peraturannya keras.

Lapisan mayarakat selanjutnya adalah petani. Petani ini menggarap tanah dengan menyewa tanah-tanah milik Fir’aun. Sepanjang tahun para petani ini mengerjakan hal yang sama dalam pertaniannyayaitu meratakan lumpur Nil yang terendap karena sungai Nil meluap setiap tahunnya. Kemudian membajak, menanam, mengairi atau irigasi, memanen dan menyerahkan hasilnya ke lumbung dan pada musim kering memperbaiki tanggul dan membersihkan saluran air yang tersumbat. Namun dari rutinitas yang memboankan tersebut, mereka tetap punya waktu untuk melakukan pesta. Waktu melakukan pesta yaitu ketika musim banjir tiba, itu merupakan pesta keagamaan besar, sebab pada saat itu patung dewa dibawa dan diarak keliling negara. Pada saat itulah para petani libur dari tugas-tugasnya.

Pada lapisan terbawah adalah budak, para budak ini berasal dari tawanan perang, tidak mampu membayar utang dan sebagainya. Tidak semua budak bekerja keras dan kasar, ada juga yang dijadikan tentara atau bekerja di tanah bangsawan maupun imam. Namun pekerja budak yang paling berat adalah ketika mereka bekerja di pertambangan emas dan tembaga di wilayah Nubia, Sudan dan Sinai. Udara di daerah tersebut sangat kering dan panas sehingga banyak banyak yang sakit dan mati disana.

2. Seni Bangunan Sepanjang Masa
Seni merupakan suatu ungkapan atau pernyataan tentang apa yang mereka yakini, mereka idam-idamkan serta mereka yang junjung tinggi. Seni juga menjadi saksi yang bisa menceritakan suatu dan cerita sejarah karena seni mencerminkan perjalanan nasib bangsa serta memperlihatkan pergeseran paertahanan mereka.
Demikian juga para arsitek Mesir kuno yang mana mereka bisa menghasilkan sebuah karya yang indah dan megah serta mencerminkan keajaiban teknologi dimana mereka mebangun karya-karya besarnya hanya dengan peralatan yang sederhana.

Piramida
Merupakan makam para raja-raja Mesir. Bagi orang Mesir rumah tidaklah terlalu penting tetapi makamlah yang dipentingkan karena mnurut mereka di makamlah mereka menemukan kehidupan yang abadi.
Pada zaman prasejarah makam hanya ditutup dengan gundukan pasir atau tumpukan batu. Namun pada perkembangannya cara tersebut sudah tidak efektik lagi karena angin gunung menerbangkan pasir dan serigala banyak yang mencari bangkai diantara bebatuan. Sehingga pada masa wangsa-wangsa, orang Mesir membuatkan makam dari bata dan diatasnya ditutup dengan bidang datar dan kemudian menghiasnya yang disebut Mastaba.
Pada masa wangsa ke-3 untuk pertama kalinya dibangun sebuah bangunan yang terbuat dari batu yang disebut Piramid tangga. Piramid ini dibangun dengan sukarela oleh Imhotep uantu Fir’aun Djosen. Piramid ini terdiri dari 6 Mastab yang ditumpuk. Piramid ini berukuran 124m x 103m dan tingginya 60 meter. Pembangunan Piramid selanjutnya adalah dari wangsa ke-4 yaitu Piramid yang berada di daerah Gizeh. Piramid ini ditujukan untuk menghormati Khufu, Khafre dan Minkaure ( Cieps, Chephren dan Mycerius ). Mereka adalah orang yang memerintah pada wangsa ke-4.

Kuil
Pada masa kerajaan pertengahan, Piramid sudah tidak terlalu populer lagi. Bahkan Nephetre Mentuhotep, Fir’aun wangsa ke-11 membangun monumen untuk makamnya dan bukan Piramid di Deir el Bahri dekat Thebes. Yang mana disebelah monumen tersebut terdapat kuil untuk memujanya.
Pada kerajaan baru, ada dua macam kuil yang berkembang di Mesir :
a). Kuil makam : Yaitu kuil yang ditujukan untu para pemuja Fir’aun yang telah meninggal
b). Kuil dewa : Kuil ini digunakan sebagai tempat untuk bersemayamnya arca dewa dan tempat untuk mengadakan upacara pemujaan terhadap dewa tersebut.

Di Mesir, hiasan untuk kuil ini mempunyai ciri khas tersendiri ( batu patung ukiran dan lukisan ). Hal ini dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu :
a). Tujuan utama seni Mesir adalah keagamaan dan ciri pokok agama adalah berpegang pada tradisi
b). Sejak semula Fir’aun adalah pelindung utama seni dan merupakan obyek seni yang paling luhur.
c). Pemikiran orang Mesir yang Konservatif

Patung
Para pemahat patung muncul pada masa awal dan mereka membuat patung untuk mewujudkan tokoh yang mereka lukiskan untuk selama-lamanya. Pada umumnya seniman Mesir tidak menaruh minat untuk menangkap emosi-emosi dalam diri seseorang, sehingga patung Mesir tidak bergerak dan hampa perhiasan.

Penggambaran patung penguasa ( Mesir ) Fir’aun pada setiap zamannya selalu berbeda :

a). Kerajaan lama
Fir’aun digambarkan sebagai seorang pemuda yang mempunyai bentuk fisik olahragawan, wajahnya tidak beremosi, tenang, percaya diri dan agung.
b). Kerajaan pertengahan
Fir’aun digambarkan sebagai orang yang angkuh sebagai penakluk. Ciri fisiknya terlihat letih dan tegang solah merasa berat karena tanggung jawab pemerintahan.
c). Kerajaan baru
Pada masa ini patung Mesir lebih banyak menggambarkan kekayaan dan kemewahan dan memperlembut kekerasan dan gaya seni. Hal ini menyebabkan seni menjadi lebih rumit dan menyebabkan seniman dengan lebih sadar mementingkan kesan yang akan ditimbulkan oleh karya seni yang merdeka.

Relief
Relief ini digunakan untuk menghidupkan orang yang sudah mati. Sama seperti patung, relief ini juga dibuat kaku dan konvensional. Kebanyakan relief di Mseir menggambarkan Fir’aun sebagai seorang raksasa dan rakyatnya adalah orang-orang yang kerdil. Pada akhir kerajaan lama, lukisan menjadi lebih hidup dan objeknya sudah berkembang dan bervariasi seperti lukisan pelayan, pekerja dan petani. Pada akhir abad pertengahan konsep Fir’aun sebgai tokoh ilahi semakin memudar, sedangkan pada kerajaan baru susana hiasan makam berubah dan beralih kearah nada yang suram. Kegembiraan berubah menjadi kemuraman dan percaya diri menjadi kebimbangan.
selain hal-hal diatas masih banyak kesenian Mesir yang abadi yang tidak akan habis dimakan zaman. Seperti Spinx, Oblix dan lain-lain. Satu yang pasti bahwa kesenian Mesir tidak pernah tegantung terhadap seni bangsa lain. Keagungannya terletak pada mutu serta kelanggengan seni itu sendiri. Itulah hal yang menyebabkan seni Mesir tetap terjaga abadi sepanjang masa.

0 comments:

Posting Komentar

Ebook
GRATIS UNTUK ANDA
Silahkan masukkan data diri anda pada form
di bawah ini
Name:
Email:
"Cek Email anda, jika email konfirmasi tidak masuk ke inbox anda
silahkan cek di folder junk atau spam"
website
indonesiadalamsejarah.blogspot.com